Seruan.id - Di tengah anjloknya popularitas institusi kepolisian, yang bahkan kini mulai sering dianggap kalah kinclong dari petugas damkar, masyarakat Indonesia terdorong belajar self-service saat berurusan dengan kasus hukum. Contohnya bisa kita saksikan dari kasus yang menimpa DN (34), inisial seorang ibu yang pada 21 Desember 2021 melaporkan dugaan pelecehan seksual yang menimpa anaknya, S (11), ke Polres Metro Kota Bekasi, Jawa Barat. Saat melapor, polisi yang bertugas menolak segera melakukan penangkapan pelaku, karena alasan prosedur.
Terduga pelaku adalah A (35), tetangga korban sendiri, yang diketahui DN akan kabur ke Surabaya begitu tahu mau dilaporkan. “Saya bilang [ke polisi] kalau pelakunya mau kabur ke Surabaya, tapi saat itu polisi tidak bisa bertindak karena alasan belum ada surat perintah penangkapan. Dia [polisi] bilang saya yang harus disuruh nangkep sendiri, ya udah akhirnya saya sama adik saya [dan] saudara lapor ke Stasiun Bekasi buat nangkep pelakunya,” ujar DN pada Kamis (23/12), dilansir Kumparan.
Untungnya, A berhasil ditangkap sebelum keburu pergi menggunakan kereta api. Setelah menyerahkan pelaku ke kantor polisi, DN mengeluhkan pelayanan aparat ke awak media.
“Jangan sampai kayak kemarin, masak yang nangkep saya, bukan polisi. Seharusnya polisi dong, bukan saya yang kejar-kejaran nangkep pelaku. Sampai dia mau kabur aja enggak peduli, enggak ada satu pun polisi yang bantuin atau pendamping,” keluh DN.
Kapolres Metro Bekasi Aloysius Suprijadi membela diri dengan alasan klasik institusi: respons polisi udah sudah sesuai prosedur kok. “Jadi, pada saat kejadian itu hari Senin, kemudian dilaporkan. Laporan sudah diterima, kemudian kami melengkapi daripada laporan tersebut, visum, dan lain-lain,” kata Aloysius, Kamis (23/12) kemarin, dilansir Kompas.
“Kemudian, di hari berikutnya, pihak keluarga korban mendapatkan pelaku di Stasiun Bekasi. Pelaku kemudian diamankan. Mungkin dari situ, dari pihak keluarga ada komplain. Tapi, sudah kami amankan semua sudah sesuai prosedur.”