Puasa Bagi Musafir, Berikut Ketentuannya!
Seruan.id – Safar adalah berpegian atau berpindah
tempat, ketika seseorang berpegian maka didalamnya ada tujuan dan kebutuhan.
Mulai dari bepergian untuk menuntut ilmu, kepentingan bisnis, pengobatan atau
bisa jadi bepergian untuk melaksanakan ibadah seperti naik haji, umrah, atau
berjihad.
Bepergian untuk keperluan sosial juga termasuk
safar.Atau boleh jadi hanya sekedar berekreasi juga bisa dikategorikan sebagai
safar. Semuanya keperluan tersebut masyru’ atau sesuai dengan syariat.
Karena begitu pentingnya safar, maka Islam memandang
safar sebagai kondisi khusus dan diletakkan hokum-hukum khusus untuknya. Orang
yang bersafar (musafir) diberikan berbagai kemudahan (rukshah) dalam
menjalankan berbagai ibadah, salah satunya berpuasa.
Apa saja ketentuan berpuasa bagi seorang musafir, dikutip
dari buku Panduan Ibadah Ramadhan karya Cahyadi Takariawan berikut
ketentuannya.
Musafir Disyariatkan Berbuka
Salah satu rukshah
yang diberikan bagi orang yang dalam perjalanan saat berpuasa adalah
diperbolehkannya untuk berbuka. Dalilnya
terdapat dalam Albaqarah ayat 184 dan ayat 185.
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”
Dalam
ayat tersebut jelas ditegaskan bahwa bagi orang yang sakit atau dalam
perjalanan, dipersilahkan untuk berbuka dan wajib mengganti sebanyak puasa yang
ditinggalkan diluar Ramadhan.
Dalam sebuah riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah
SAW bersabda :
“Dari Aisyah r.a bahwa Hamzah bin Amr Al-Aslami (ia
orang yang banyak berpuasa) bertanya kepada Nabi SAW, Apakah saya boleh
berpuasa dalam safar?, Belia saw menjawab, Jika mau, berpuasalah dan jika mau
berbukalah,”.
Daklam hadis diatas, Rasulullah SAW memberikan
pilihan kepada para sahabat yang melaksanakan safar, bagi yang mau berpuasa
boleh dan bagi yang mau berbuka juga boleh.
Safar engan Kendaraan Modern Tidak Menggugurkan
Rukshah
Banyak yang beranggapan safar dizaman sekarang
berbeda dizaman Rasulullah SAW, sekarang orang bepergian menggunakan mobil,
motor, kereta api, kapal dan pesawat. Hingga tidak sedikit juga yang
beranggapan tidak perlu mengambil rukshah bagi yang sedang dalam perjalanan di
masa sekarang.
Padahal hukum-hukum tentang safar bersifat tetap
tentu saja bisa relevan dengan kondisi sekarang. Pada dasarnya orang yang
bersafar dihinggapi perasaan lelah termasuk yang menggunakan kendaraan modern
sekalipun. Maka rukshah boleh berbuka bagi orang safar tetap akan didapatkan.
Syaikhul Ibnu Taimiyah berkata “Menurut kesepakatan
ulama, musafir boleh berbuka. Baik ia mampu berpuasa atau tidak, baik ia berat
berpuasa ataupun ringan, hingga ia pun jika berada dalam keteduhan. Disitu terdapat
aiar dan orang melayaninya, ia boleh berbuka dan mengqashar shalat”.
Berapa Jarak Safar yang diperbolehkan Berbuka?
Perihal berapa jarak perjalanan yang diperbolehkan
berbuka masih terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Yang mpaling
masyhur yaitu berkisar 80-90 kilometer perjalanan dan sudah keluar dari batas
kota. Namun Imam Ibnul Qayyim berpendapat tidak perlu sampai harus keluar dari
batas kota karena tidak haids shahih yang menyinggung hal tersebut.
Dalam Fatwanya, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa jarak
safar yang boleh berbuka puasa adalah perjalanan 2 hari dengan unta atau jalan
kaki dengan 16 farsakh, setara dengan jarak antara Makkah dan Jeddah.
Mana yang Lebih Utama. Berpuasa atau Berbuka?
Ulama berbeda pendapat mana yang paling baik
berpuasa atau berbuka bagi musafir. Sebagian berkata berpuasa lebih utama, hal
ini merupakan pendapat dari Imam Abu Hanifah Omam Malik, dan Imam Syafii. Ini
bagi mereka yang kuat berpuasa dan tidak merasa berat.
Sedangkan imam lain seperti Al-Auzai, Ahmad, dan
Ishaq berkata bahwa berbuka lebih utama. Dalam rangka mengamalkan rukshah dan
Allah SWT senang apabila keringanannya dikerjakan.
Sekalipun terdapat dua pilihan, ulama sepakat bahwa mana yang dirasa paling mudah itulah diambil. Oleh karena itu bagi yang merasa kuat untuk berpuasa dan merasa berat untuk mengganti puasanya diwaktu lain, maka berpuasa adalah pilihan yang paling tepat.
Sebaliknya bagi yang tidak
sanggup berpuasa, sementara dia sanggup untuk mengadha puasanya diwaktu lain,
maka berbuka adalah pilihan paling tepat untuk diambil.