Oleh : Rio Friyadi (SBLF Riset & Konsultan) |
Seruan.id - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah resmi menolak Hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dilaksanakan pada beberapa waktu lalu. Hal tersebut langsung disampaikan oleh Menkumham Yasonna Laily via daring pada Rabu (31/3).
“Dengan demikian, Pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan
KLB di Deli Serdang pada 5 Maret 2021, ditolak” ujar Yasonna.
Menurut analisa Kemenkumham, KLB Deli Serdang tidak memenuhi
syarat-syarat yang layak disahkan. Seperti surat mandat untuk DPD dan DPC yang
menjadi peserta KLB. Atas dasar itulah pemerintah tidak berkenan untuk
mengesahkan KLB tersebut.
Saya melihat Pemerintah cukup objektif dalam memandang kasus
Partai berlambang Mercy ini. Dari awal, baik Menkopolhukam Mahfud MD maupun
Menkumham Yasonnas Laily memiliki keseragaman dalam memberikan pernyataan ke publik.
Keduanya tegas menyatakan akan menetapkan keputusan sesuai dengan AD/ART yang
berlaku di Partai Demokrat. Maka sudah sangat tepat keputusannya Partai
Demokrat yang dipimpin oleh AHY adalah struktur yang legal secara hukum.
Lantas, bagaimana nasib Moeldoko? Kita sama-sama melihat
sang Jenderal memilih langkah politik yang salah dalam menerima pinangan para
senior-senior Partai Demokrat yang sudah tidak terpakai lagi memimpin partai
yang pernah memenangkan Pemilu 2009 tersebut. Memang, Partai Demokrat adalah
partai yang sexy dalam kontestasi politik Indonesia. Pasca berakhirnya era SBY
sebagai tokoh yang sangat sentral di partai ini, PD seolah tidak memiliki figur
lagi.
Namun, memilih untuk mengakuisisi Partai Demokrat bagi
seorang Moeldoko adalah sikap yang membingungkan. Lantaran Partai Demokrat sendiri belum genap setahun melakukan pergantian Ketua Umum dan sudah disahkan langsung oleh Menkumham. Belum lagi, beliau adalah orang
istana yang sangat sulit melepaskan diri beliau dari seluruh sikap beliau
termasuk sikap politik terhadap sikap istana. Tentu saja ini juga berimbas
kepada pimpinan Moldoko yakni Presiden Joko Widodo. Maka amatlah wajar, sejumlah
pihak menilai kalau Moeldoko tetap mau menerima pinangan KLB, maka Presiden
harus segera memberhentikan beliau sebagai Kepala Staff Kepresidenan (KSP).
Baca Juga : KLB Konohagakure, Cacat Substansial dan Berujung Kematian
Nah, kali ini pemerintah maupun Presiden Joko Widodo semakin
bertambah bebannya pasca ditolaknya hasil KLB Deli Serdang yang menetapkan KSP
sebagai Ketua Umumnya. Pasalnya, dari konferensi pers yang digelar oleh DPP Demokrat
versi KLB akan menggugatnya di PTUN nantinya.
Kalau gugatan jadi direalisasikan, maka akan terjadi head to
head antara Partai Demokrat yang dipimpin oleh Moeldoko dengan pemerintah
(dalam hal ini Kemenkumham). Sebuah pertontonan yang amat lucu kalau dua anak
buah Jokowi beradu dipengadilan.
Maka keberadaan Moeldoko dalam Partai Demokrat semakin lama
akan membuat istana semakin terusik. KSP Moeldoko akan terus menjadi beban bagi
pemerintah maupun Jokowi apabila hal ini terus dibiarkan. Solusinya Moeldoko
harus diberhentikan jadi KSP, atau mengundurkan diri sebagai Ketua Partai
Demokrat.