Ilustrasi Kekumuhan Batam |
Susahnya Kehidupan di Batam, Banyak Perantau yang Tinggal di Pinggir Kali demi Bertahan Hidup
Seruan.id - Banyak orang yang berasumsi Batam adalah kota industri yang besar, menjadi salah satu kota dengan perputaran roda ekonomi dan mobilitas masyarakat yang tinggi di Sumatera, bahkan di Indonesia.
Hal itu memang terlihat jelas dari pusat Kota Batam yang dihiasi oleh ruko serta gedung-gedung mewah bertingkat. Padahal nyatanya, Batam buka sekedar hal-hal yang terlihat tersebut.
Jika diperhatikan, banyak kaum atau lapisan masyarakat disana yang berjuang mati-matian untuk mencoba kerasnya perlawanan hidup yang diberikan oleh kota biru tersebut.
Mereka mengabaikan keselamatan nyawa mereka sendiri dari bahaya yang kapan saja siap menerjang demi sebuah tempat tinggal yang bisa melindungi mereka dari panasnya terik matahari disiang hari, dinginnya udara malam, dan terjangan hujan yang tidak diketahui kapan akan datang.
Pemandangan yang sudah lumrah di Kota Batam, di pinggir sebuah kali di daerah Sei Jodoh, Kota Batam, Provinsi Kepri.
Disana bisa dilihat dengan jelas bagaimana kurang lebih 25 rumah semi permanen berjejer di tepi saluran air yang bermuara ke laut tersebut.
Apalah daya, mereka hanya bisa memanfaatkan lahan-lahan kosong tersebut untuk membangun rumah-rumah mini yang setidaknya bisa dihuni dengan nyaman untuk sementara waktu.
Saat dilakukan survey, sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai pemulung yang kesehariannya bekerja mengumpulkan barang-barang bekas yang dapat dijual kembali di sekitaran Jodoh, Nagoya, Baloi, hingga Taman Kota.
Hal itu disampaikan oleh Y (34), salah satu penghuni bangunan semi permanen di pinggir kali. Ia mengatakan bahwa dirinya telah membangun tempat tinggal disana selama 6 bulan.
Lebih lanjut ia mengaku bahwa tempat tersebut digunakan untuk banyak keperluan. Mulai dari tempat beristirahat, hingga untuk menyimpan barang hasil carian mereka sehari-hari sebelum dijual.
“Sudah tidak ada lagi tempat untuk membangun tempat tinggal disini, tidak ada lagi lahan kosong,” tutur pria 34 tahun tersebut.
“Di kawasan Jodoh tidak ada lahan lagi. Semuanya sudah dibangun, terpaksa memanfaatkan sejengkal tanah kosong ini untuk membangun,” tambahnya kepada awak media, pada Kamis, (21/01/2021).
Teman Y juga turut memberi penjelasan bahwa mereka hanya menempati rumah tersebut untuk bertahan hidup di Kota Batam yang sangat keras.