Korban bersama Kuasa Hukumnya di PN Tarutung |
Modus Arisan Online: 4 Mahasiswa asal Tarutung Menjerit setelah Ditipu Miliaran Rupiah
Sumut, Seruan.id – Sebanyak 4 orang mahasiswa asal
Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara menjadi korban penipuan dengan modus
arisan online/investasi bodong yang dilakukan oleh seseorang yang kabarnya
merupakan seorang penyanyi jebolan Taput Mencari Bakat.
Keempat korban yang masih berstatus sebagai mahasiswa
tersebut yakni, Yunike Sormin (21), Nastri Situmeang (21), Imel Siahaan (18),
dan Firda Matondang (22).
Saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Tarutung, pada
Rabu, (20/01/2021), terlihat bagaimana mereka menjerit akibat kerugian materi
yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah.
“Modus dengan investasi. Kami rata-rata anak kuliah dan
teman sebaya tergugat TGBP. Jumlah total kerugian member sudah mencapai 4
miliar,” terang Nastri Situmeang pada awak media.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa mereka bersama pendamping
kuasa hukumnya, Lambas Tony Pasaribu telah menggugat pelaku berinisial TGBP ke
Pengadilan Negeri Tarutung.
Hal itu dibenarkan oleh Lambas selaku kuasa hukum
penggugat, ia meminta agar tergugat yang merupakan warga Jalan TD Pardede, Gang
Firdaus, Kelurahan Hutahatoruan IV, Kecamatan Tarutung, segera mengembalikan
dana yang ia gelapkan.
“Yang dituntut pengebalian uang para korban seluruhnya. Kalau
tidak ada itikad baik kita segera buat LP ke Polda Sumut terkait investasi
bodong melalui media sosial,” terang Lambas pada Rabu, (20/01/2021).
Lebih lanjut, Lambas menjelaskan bahwa pelaku bisa saja dituntut
beberapa tindak pidana. Bukan semata-mata hanya penipuan online yang ia lakukan
di media sosial tersebut.
“Atas perbuatannya, pelaku dapat dikenakan pasal 45 A
ayat (1) jo pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016, tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan
transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana penipuan dan penggelapan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP dan pasal 372 KUHP dan atau Pasal 3
dan 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencurian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 e KUHP,” terang Lambas.
Lambas menambahkan, jika diperhatikan, arisan online
tersebut tidak diketahui apa maksud dan tujuannya secara legalitas. Apakah murni
untuk menabung dengan sistem berurutan untuk memdapatkannya atau ada tujuan
sosial lainnya yang hendak dicapai.
“Pemilik arisan online itu meyakinkan para korbannya agar
tertarik mengikuti arisan online melalui sosial media dengan menyebarkan
beberapa bukti transferan yang telah diterimanya dari korban lainnya. Sehingga korban
lain juga percaya bahwa arisan online itu tidak merugikan member,” terangnya.
Lebih lanjut, Lambas mengatakan bahwa pengumpulan dana melalui
media arisan online tersebut justru menimbulkan masalah berupa tindak pidana penipuan, bahkan tindak
pidana pencucian uang.
Arisan online tersebut merupakan tindak pidana jenis
baru, sehingga belum ada regulasi yang mengatur.
“Modus penipuan melalui arisan online ini melibatkan
banyak sekali hukuman yang dapat dikenakan kepada pelakunya. Tidak hanya tindak
pidana umum, melainkan juga tindak pidana pencucian uang, tindak pidana
pemerasan melalui sarana elektronik dalam UU ITE,” tambah Lambas lebih jauh.