Ilustrasi Pesawat |
Seruan.id – Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di
Kepulauan Seribu, tepatnya berlokasi di sekitaran Pulau Lancang dan Pulau Laki
pada Sabtu, (09/01/2021) total mengangkut 65 orang dengan perincian, 43 penumpang dewasa, 7 penumpang anak, 3
penumpang bayi, dan sebanyak 12 kru.
Pesawat Sriwijaya Air yang diketahui berjenis Boeing 737-500
dengan kode registrasi PK-CLC sebelumnya dikabarkan hilang kontak beberapa
menit setelah lepas landas.
Kecelakaan tersebut lantas membuka kembali memori kelam
penerbangan Indonesia yang pernah terjadi di masa lalu.
Hanya berselang dua tahun, tepatnya pada 29 Oktober 2018
kecelakaan besar juga terjadi saat Maskapai Penerbangan Lion Air JT 610 rute
Jakarta-Pangkal Pinang jatuh.
Akibat seringnya terjadi kecelakaan maskapai penerbangan di
Indonesia, hal itupun menarik perhatian media asing.
Salah satunya berasal dari Aviation Safety Network yang
mengungkap bahwa sejauh ini, tepatnya sebelum jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 telah
ada sebanyak 697 korban kecelakaan pesawat di Indonesia dalam kurun waktu 10
tahun terakhir, termasuk pesawat militer dan pribadi.
Dalam artikel yang berasal dari Media Amerika Serikat (AS)
tersebut, mereka juga mengungkap mengapa Pesawat Indonesia sering terjatuh.
Menurut mereka, ada dua faktor utama yang menyebabkan
insiden tersebut.
Pertama, mereka mengungkap bahwa faktor cuaca buruk (tidak
menentu) bisa menjadi penyebabnya.
“Indonesia, salah satu negara kepulauan terluas di bumi,
dengan pulau-pulau yang berjajar sepanjang London hingga New York, memiliki
salah satu insiden badai petir dan sambaran petir terbanyak,” tertulis dalam
artikel tersebut.
Sebagai bukti, media tersebut menjelaskan bahwa salah satu
kota di Indonesia, Kota Bogor pernah mengalami badai petir selama 322 hari
dalam satu tahun pada tahun 1988.
“Ada juga letusan gunung berapi yang memuntahkan gumpalan
abu ke udara yang bisa tersebot mesin jet, menyebabkan kerusakan,” terang media
tersebut pada artikelnya yang terbit pada Minggu (10/01/2021).
Sebagai contoh, media tersebut mencontohkan letusan Gunung
Agung di Bali pada tahun 2019 silam yang mengakibatkan sejumlah penerbangan
terpaksa dialihkan dan banyak diantaranya yang dibatalkan.
Pada kasus jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, hal serupa juga
terjadi. Faktor cuaca juga diduga berdampak atas tertundanya penerbangan selama
kurang lebih satu jam.
Untuk penyebab kedua, media asing tersebut mencontohkan
insiden AirAsia pada Desember 2014 yang berangkat dari Surabaya. Dalam Insiden
tersebut, Pilot asal Indonesia dan kopilot dari Perancis gagal menangani
kendala di auto-pilot, sehingga pesawat terjun ke laut.
Pada akhir artikelnya, media tersebut menutup pemberitaannya
dengan pesawat Boeing 737-500 yang mengalami 8 kecelakaan dengan total 220 korban
tewas, menurut Aviatation Safety Network.