Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Andalas
Pandemi virus corona atau Covid-19 yang awalnya hanya menyebabkan krisis di bidang kesehatan, kini menjalar kemana-mana. Salah satu sektor yang terkena adalah di bidang ekonomi. Pandemi Covid-19 mengakibatkan resesi ekonomi di sejumlah Negara di dunia, termasuk yang terbaru, yaitu Singapura dan Korea Selatan. Masuknya dua Negara di Asia tersebut semakin membayangi Indonesia untuk terseret di tepi jurang resesi. Indonesia dipastikan bernasib sama dengan deretan Negara yang terperosok resesi. Bahkan pemerintah telah memberi sinyal resesi ekonomi akan terjadi di Indonesia.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan resesi ekonomi? Mengapa resesi mengintai Indonesia? Apa dampaknya terhadap Indonesia? Resesi adalah istilah ekonomi makro yang mengacu pada penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi umum di wilayah yang ditentukan. Selain itu, seperti yang dilansir dari Bussiness Insider, resesi merupakan periode penurunan aktivitas ekonomi secara umum. Secara sederhana resesi biasanya didefenisikan ketika ekonomi suatu Negara mengalami penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut.
Umumnya, pandemi covid-19 dituding sebagai faktor penyebabnya. Banyak ahli yang menyatakan, kini Indonesia berada di tepi jurang resesi ekonomi . Presiden Joko widodo mengatakan, jika pada kuartal III/2020 pertumbuhan ekonomi kembali minus , maka kita akan mengalami resesi ekonomi (kompas,19/9/2020).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I (Q1) 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Nilai tersebut tidak sesuai dengan harapan, yakni kisaran 4,5-4,6 persen. Sementara itu, pada kuartal II (Q2) 2020 Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen Year On Year (YOY). Sedangkan kuartal III (Q3) 2020, pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya menyentuh hingga minus 2 persen. Dengan kondisi pertumbuhan ekonomi demikian, Indonesia memenuhi syarat resesi teknikal yaitu mengalami kontraksi pertumbuhan dua kuartal secara berturut-turut.
Jika pertumbuhan ekonomi tercatat negative dalam dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II 2020 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah tercatat minus 5,32 persen. Artinya resesi ekonomi ekonomi Indonesia pun hanya tinggal menunggu waktu. Apalagi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III ini semakin turun maka sinyal resesi pun semakin kuat.
Sebelumnya Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang dipicu krisis moneter pada tahun 1997-1998. Namun sejumlah ekonom menyebut, kondisi ekonomi saat ini jauh lebih berat dari krisis pada tahun 1998. Pasalnya, krisis pada 1998 hanya berdampak pada sejumlah sektor saja. Sementra krisis ekonomi yang terjadi saat ini menghantam semua sektor. Bahkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang pada 1998 menjadi tulang punggung ekonomi, saat ini ikut rontok dihajar pandemi.
Resesi berdampak pada kondisi ekonomi ini juga berpotensi menimbulkan krisis sosial, politik dan hukum, terutama terkait kepercayaan publik kepada pemerintah. Pemerintah akan menghadapi rakyat yang lapar dan marah karena kehidupannya yang susah. Orang yang marah bisa saja menjadi agresif atau memukul orang lain, tentu saja akan berujung pada kerusuhan. Situasi ini rentan dipololitisasi oleh pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah.
Dampak ekonomi yang buruk dapat menimbulkan kekacauan sosial akibat adanya kesenjangan sosial. Resesi juga menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kondisi ini pada akhirnya akan berpengarh pada daya beli masyarakat. Pendapatan yang menurun bahkan hilang membuat masyarakat tak mampu atau tak mau (menahan) belanja.
Resesi juga akan membuat masyarakat susah mendapat pekerjaan. Hal ini terjadi karena aktifitas ekonomi berhenti akibat pandemi dan resesi. Kondisi seperti ini, bisa membuat angka utang atau pinjaman masyarakat semakin meningkat. Karena, di satu sisi masyarakat kesulitan membayar cicilan dan di sisi lain masyarakat harus bisa mencari pinjaman baru untuk bisa bertahan.
Perusahaan-perusahaan harus membuat keputusan yang selaras dengan hukum, sebab banyak kelompok-kelompok yang dilindungi di bawah undang-undang Hak Asasi Manusia sangat rentan mengalami diskriminasi, terutama krisis pada saat sekarang ini.
Lain halnya pada aspek kesehatan yang akan menghabiskan banyak uang itu bisa saja menimbulkan kesenjangan sosial dan memperluas ketidaksetaraan, seperti masyarakat miskin, disabilitas, lansia, tunawisma, perempuan akan menghambat mereka dalam menjangkau dan mengakses layanan kesehatan.
Belum lagi banyak Negara-negara yang membatasi hak berekspresi dan berpendapat. Bahkan komisioner HAM PBB , Mchelle Bachele mengatakan sedikitnya 12 negara Asia melakukan penahanan terhadap warga yang menyampaikan ketidakpuasan dengan tuduhan menyebarkan informasi palsu lewat media sosial.
Berkaca dari segi ekonomi, pandemi Covid-19 mengakibatkan kondisi ekonomi dunia menjadi sangat berantakan, bahkan sejumlah Negara sudah melaporkan perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 akan negatif, namun hal lain yang tidak terbantahkan , pandemi juga telah memunculkan PHK dan yang menjadi permasalahan yang ditakutkan adanya perusahaan yang menyingkirkan karyawannya dengan berkedok pandemi yang mana itu merupakan suatu pelanggaran.
Pada akhir tulisan ini, poin penting yang ingin saya sampaikan, bahwa resesi ekonomi memang tidak bisa dihindari, tapi bukan berarti Indonesia harus pasrah atas kondisi tersebut. Tidak hanya pemerintah tetapi kalangan pengusaha dan masyarakat harus bersama-sama melakukan berbagai upaya secara kompak, agar Indonesia tidak berlama-lama terjebak resesi ekonomi.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya resesi yaitu pemerintah harus meningkatkan pertumbuhan konsumsinya dan pemerintah juga perlu mengupayakan peningkatan investasi yang sempat menurun.
Karena, kedua indikator ini akan menjadi objek pemulihan yang paling utama. Kemudian sebagai masyarakat biasa kita semua perlu agar menghentikan segala bentuk tindakan yang dapat menimbulkan kerusuhan, upaya-upaya provokasi, ujaran kebencian yang dapat menimbulkan ketegangan dan kita harus mendukung segala pihak yang telah berjuang.