POP sendiri adalah bagian dari program "Merdeka Belajar" dari Kemendikbud yang berfokus mencapai hasil belajar siswa dalam peningkatan numerasi, literasi, dan karakter.
Menghebohkan media beberapa hari ini, ternyata organisasi sekelas Muhammadiyah dan NU mengundurkan diri dari program tersebut.
Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno mengatakan ada beberapa pertimbangan kenapa Muhammadiyah mundur dari POP tersebut.
"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," kata Kasiyarno seperti dikutip dari Kompas.com pada Jumat (24/7/2020).
Pengamat Ekonomi - Politik dan Sosial - Budaya Fachry Ali turut berkomentar dalam polemik teraebut untuk menanggapi mundurnya Muhammadiyah dan NU.
Fachry menyebutkan mundurnya Muhammadiyah dan NU dari POP lantaran Kemendikbud memberikan dana hibah Rp 20 milyar kepada Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation per tahun.
Berikut penjelasan Fachry secara utuh seperti dikutip dari akun media sosialnya:
"Ketika keluar dari istana, sehabis dipanggil presiden terpilih, akhir 2019, calon menteri pendidikan yang masih muda belia itu berkata kpd wartawan: "Saya tdk tahu masa lalu. Tapi saya tahu masa depan". Lalu ia pulang naik ojek. Kini, Muhammadiyah dan NU keluar dari program "Pendidikan Merdeka" karena Menteri Pendidikan memberikan dana hibah Rp 20 milyar kpd masing2 Sampurna Foundation dan Tanoto Foundation pertahun. Menteri Pendidikan benar2 membuktikan tdk tahu masa lalu. Bahwa Muhammadiyah dan NU telah melakukan pendidikan rakyat jelata jauh sebelum Indonesia ada. Sementara Sampurna Foundation dan Tanoto Foundation baru lahir beberapa "menit" lalu untuk ukuran masa panjang pengabdian Muhammadiyah dan NU mencerdaskan anak2 bangsa. Ironi orang tak mengerti masa lalu. Saya perintahkan Menteri Pendidikan belajar sejarah!!!!"