(Mahasiswa Sosiologi Universitas Andalas)
Diseluruh belahan dunia, saat ini sedang dihadapkan pada situasi pandemi Virus Corona. Dimulai dari Wuhan di Provinsi Hubei, China hingga berdampak pada negara-negara sekitarnya dan bahkan hampir Negara diseluruh dunia terkena imbasnya seperti Amerika Serikat, Spanyol, Rusia, Italia, Jerman, Brazil, Turki dan termasuk Indonesia.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memutus rantai penularan Covid-19 ini. Seperti imbauan untuk menjaga jarak (physical distancing), Work from Home (WFH), belajar dengan sistem dalam jaringan (daring), penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah di Indonesia, dan juga kebijakan kuncitara alias lockdown. Lockdown artinya ialah mengurung warga atau sebagian warga untuk sementara demi menjaga keamanan dan juga sebagai tindakan darurat ketika orang-orang dicegah meninggalkan atau memasuki kawasan untuk sementara, demi menghindari bahaya (Kamus Meriam Webster). Mengacu pada penjelasan Presiden Joko Widodo, lockdown mengharuskan sebuah wilayah menutup akses masuk maupun keluar sepenuhnya. Dilansir dari Detiknews (28/3/20) ada 12 negara yang sudah menerapkan sistem lockdown seperti China, Italia, Polandia, El Salvador, Spanyol, Irlandia, Denmark, Manila dan Pulau Luzon Filiphina, Lebanon, Prancis, Belgia, dan Selandia Baru.
Berbagai upaya bertahan hidup ditengah pandemi pun telah dilakukan diberbagai negara. Salah satu contohnya seperti menjaga mental ditengah lockdown yang diterapkan di beberapa negara, mereka bersama-sama bernyanyi bersahut-sahutan dari rumah ke rumah, balkon ke balkon dan ada juga menyanyikan lagu kebangsaan sekedar untuk menguatkan diri dan tetangga-tetangganya serta memberi dukungan moral berupa tepuk tangan pada petugas kesehatan yang bekerja mengatasi pandemi atau menempel poster yang berisi kata penyemangat dan harapan untuk bertahan hidup.
Sedikit banyaknya virus ini menyebabkan adanya pergeseran tatanan kehidupan masyarakat dari segala lini. Baik dari segi ekonomi, politik, sosial, kesehatan, maupun psikologis. Bahkan saat ini dapat kita lihat sistem perekenomian dunia tidak stabil/terganggu, banyak pekerja yang di PHK, gagalnya social distancing dan PSBB yang diupayakan pemerintah hingga perubahan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan masyarakat. Perubahan seperti ini juga dapat menimbulkan konflik dan kekacauan ditengah masyarakat, layaknya bom waktu yang hadir tanpa memandang ruang dan waktu.
Dampak dalam bidang ekonomi sangat dirasakan, karena secara langsung dan nyata berhubungan dengan pola respon pemerintah dalam menanggulangi wabah. Perekonomian melambat, bisnis menjerit, tetapi wabah semakin gila-gilaan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (5/5/20), Ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap triwulan I-2019 tumbuh sebesar 2,9 persen (y-on-y), melambat dibanding capaian triwulan I-2019 yang sebesar 5 persen. Kemungkinan inflasi didepan mata, karena produksi barang tersendat, logistik dan transportasi tidak berjalan lancar, ketersediaan modal usaha juga makin sulit. So, pilihan bagi rakyat adalah menahan pengeluaran jika tidak diperlukan.
Filantropi Islam
Istilah filantropi diartikan sebagai rasa kecintaan kepada manusia yang terpatri dalam bentuk pemberian derma kepada orang lain (Kusdi, 2016). Filantropi juga dimaknai sebagai konseptualisasi dari praktik pemberian sumbangan sukarela (voluntary giving), penyediaan layanan (voluntary service), dan asosiasi sukarela (voluntary association) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta (Ilchman, 2006). Filantropi dalam arti lain juga disebut sebagai charity.
Filantropi islam sudah ada sejak 15 abad yang lalu, dimasa kenabian. Telah turun sejak tahun kedua hijriah, yakni saat nabi hijrah dari Mekkah ke Madinah. Di Indonesia pun praktik filantropi sebenarnya telah ada sejak abad ke-19 yang ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi islam serta praktik zakat dan wakaf telah mengakar dalam tradisi masyarakat islam dan memainkan peranan penting antara Negara dengan civil society.
Dalam islam banyak ayat dalam Al-Qur’an maupun hadist yang memerintahkan untuk berderma, berbagi, peduli kepada sesama umat manusia. “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS Adz Dzariyat : 19). Begitu juga dalam hadist disebutkan “Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah. Tangan diatas adalah tangan pemberi sementara tangan yang dibawah adalah tangan peminta-minta.” (HR. Muslim).
Ayat dan hadist ini menyadarkan kita untuk saling peduli dan berbagi antar sesama, sebab sebagian harta yang kita miliki ada hak orang lain didalamnya, baik itu yang meminta maupun yang tidak meminta.
Perintah untuk peduli dan saling berbagi ini bisa diwujudkan dalam bentuk zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Orang dewasa yang kekayaannya melebihi batas minimum (nishab) diwajibkan untuk membayar zakat melalui lembaga pengelola zakat, seperti Baznas, BMT, dll yang menghimpun dana zakat atau infak untuk diberikan kepada yang membutuhkan. Membayar zakat juga merupakan bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah SWT.
Secara sosiologis, konsep filantropi ini berhubungan erat dengan rasa kepedulian, solidaritas dan relasi sosial antara orang miskin dengan orang kaya, antara yang “kuat” dan yang “lemah”, antara yang “beruntung” dan “tidak beruntung” serta antara yang “kuasa” dan “tunakuasa”. Filantropi dimaknai tidak hanya berhubungan dengan kegiatan berderma itu sendiri melainkan bagaimana keefektifan kegiatan “memberi”, baik material maupun non-material, dapat mendorong perubahan kolektif di masyarakat. Dalam tradisi Kristen, menyebut filantorpi dengan istilah karitas (charity) yang berarti “beramal” dalam bahasa Indonesia. Karitas berkembang menjadi semacam etika atau norma untuk saling tolong menolong dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Jadi, dimasa-masa sekarang ini, masa pandemi global Covid-19, aplikasi dari filantropi islam yang bertujuan untuk kemaslahatan umum merupakan jawaban solutif atas berbagai permasalahan yang muncul sekarang ini dengan memaksimalkan fungsi dari badan-badan filantropi islam seperti Baznas, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, BMT, dll. Yang mampu membantu ekonomi masyarakat kecil yang sedang terjepit dengan mengalokasikan dana dari zakat tersebut kepada masyarakat.
Karena saat ini kita dalam masa pandemi dan adanya peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak memungkinkan rasanya untuk langsung datang ke kantor terdekat atau memberikan secara langsung zakat yang ingin kita berikan, maka solusinya untuk kita donator cukup dengan berdonasi secara online melalui situs resmi lembaga zakat yang ada. Untuk petugas yang melakukan penyaluran zakat dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan alat pembersih sekali pakai (tissue). Sehingga, dana yang tersalurkan bermanfaat untuk umat dan sesuai dengan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.