(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas)
"Salus Populi Suprema Lex Esto (Keselamatan Negara adalah hukum tertinggi)"
Pandemi global Covid-19 sudah merebak ke seluruh penjuru dunia tidak terkecuali Indonesia. Indonesia sebagai Negara kepulauan dan memiliki jumlah penduduk ke 4 terbesar dunia setelah Tiongkok yaitu sebesar 269 juta jiwa atau 3,49% dari total populasi dunia, hal tersebut tidak mengherankan apabila Indonesia sangat berpotensi sekali untuk terdampak pandemi Covid-19 ini karena kultur budaya masyarakat Indonesia yang suka bermobilisasi antar suatu wilayah untuk menghidupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, hal tersebut sangat berdampak buruk sekali terhadap penyebaran virus corona yang sangat cepat sekali penyebarannya antar individu kepada individu lainnya.
Pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Republik Indonesia didampingi Menteri kesehatan di Istana Negara mengumumkan kasus pertama dengan berjumlah dua orang positif Corona di Indonesia, sehingga hal ini membuat seluruh masyarakat Indonesia merasa resah dan khawatir atas berita tersebut. Oleh sebab itu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden bersama pemerintah daerah yang dipimpin oleh gubernur sangat serius untuk memerangi masalah tersebut, seperti contohnya menetapkan sebagian wilayah Indonesia yang terdampak Covid-19 dengan diterbitkannya peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang lebih dikenal sebagai PSBB. Selain itu juga adanya pelarangan aktifitas mudik yang ditakutkan akan menimbulkan masalah baru bagi wilayah yang belum terpapar virus yang mematikan tersebut, dan juga pemerintah melarang adanya aktifitas yang sifatnya mengumpulkan jumlah massa yang banyak seperti melaksakan kegiatan keagamaan, melaksanakan kegiatan pendidikan dan lain-lain sebagainya. Hal tersebut semata-mata dilakukan agar virus Covid-19 dapat tertangani dengan baik dan tidak menimbulkan korban yang lebih banyak.
Menurut data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat bahwasannya di Indonesia sendiri kasus positif tercatat pada tanggal 08 Mei 2020 sebanyak 13.112 kasus positif, jumlah sembuh sebanyak 2.494 orang dan jumlah meninggal sebanyak 943 orang, hal itu meningkat setiap harinya.
Lantas apakah peran kita sebagai masyarakat Indonesia untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini ? Ataukah kita sebagai masyarakat hanya bersikap acuh tak acuh seakan-akan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik oleh pemerintah? Dan dimana letak peran mahasiswa yang dikatakan sebagai Agent of Change ikut berperan dalam penanganan Covid-19 ini?
Untuk menyelesaikan masalah ini dibutuhkan kekompakan dan dukungan seluruh rakyat Indonesia, disinilah mentalitas patriotisme, jiwa kebangsaan dan penerapan sila-sila Pancasila diuji. Bagaimana kita mempertahankan keutuhan bangsa tanpa membedakan suku, ras, golongan, harta kekayaan, kasta dan lain-lain sebagainya. Jika seandainya ada diantara kita ternyata positif Covid-19 jangan hina mereka, jangan caci mereka dan jangan jauhi mereka dalam artian “dikucilkan”. Harusnya kitalah yang memberi dukungan semangat dan mencukupi kebutuhan pokok orang yang terkena virus tersebut, agar mereka bisa tenang dalam melaksanakan protokol pemerintah untuk mengisolasi mandiri dirumah sehingga tidak adanya masyarakat terpapar virus tersebut. Selain itu dengan memberikan dukungan kepada mereka yang terkena Covid-19 akan membuat mentalitas mereka menjadi lebih baik, bangkit dari keterpurukan dan bisa sembuh dari virus tersebut.
Lantas apakah peran mahasiswa dalam memerangi masalah ini? Apakah mahasiswa hanya akan tetap diam berdiri dirumah sambil menikmati perkuliahan dengan sistem daring tanpa memikirkan solusi bagi Negara?
Sebagai Agent of Change, mahasiswa Indonesia mempunyai kewajiban dalam membawa masyarakat menuju perubahan yang lebih baik. Dalam konteks virus corona, mahasiswa wajib menjaga ketentraman masyarakat dari maraknya berita hoaks yang menyebar.
Disinilah sesungguhnya peran seorang mahasiswa sebagai kaum terpelajar dan generasi milenial yang berpikiran kritis. Dapat mempergunakan media sosial dengan secara bijak seperti contohnya membuat konten-konten yang memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat seperti konten-konten bagaimana penerapan sosial distancing dengan baik, bagaimana cara SOP (Standar Operasional Prosedur) mencuci tangan yang dianjurkan oleh WHO, perlunya penggunan masker ketika bepergian keluar rumah dan lain-lain sebagainya.
Menjadi mahasiswa haruslah cerdas, tidak boleh tergiring opini yang beredar saat ini yang bersifat negatif yang diperbincangkan oleh masyarakat. Mahasiswa juga tidak boleh bersikap apatis hanya memikirkan bagaimana cara agar cepat lulus kuliah tetapi mahasiswa juga harus menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat. Karena konsep dari sebuah Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak serta-merta menuntut mahasiswa untuk belajar didalam kelas seperti ketika kita dulu semasa SMA, tetapi menuntut mahasiswa agar dapat bermanfaat bagi lingkungan masyarakat. Mahasiswa juga harus bisa menganalisis berita yang baru beredar dilingkungan masyarakat dan harus bisa untuk menyaringnya, sangat berbahaya jika seandainya mahasiswa malah ikut-ikutan dalam menyebarluaskan berita hoaks ini. Oleh karena itu mahasiswa harus benar-benar menjadi filter ditengah masyarakat luas. Memberikan informasi yang kredibel dan akurat kepada masyarakat dan menjadi garda paling depan masyarakat dalam mencegah maraknya berita hoaks virus corona.
Mari menjadi mahasiswa yang cerdas dalam berfikir dan juga cerdas dalam bertindak dalam memberikan kontribusi ditengah pandemi yang menyelimuti Negara Indonesia, dan juga memikirkan bagaimana solusi yang akan diberikan ketika pasca badai virus corona ini berakhir.