Merasa
adanya perlakuan berbeda terhadap Netflix dan Youtube dengan televisi konvensional, dua stasiun swasta RCTI dan iNews mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK)
terkait permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran. Dikutip
dari situs mkri.id, berkas permohonan uji
materi itu telah diterima pada Kamis (28/5). Sebagai pemohon, iNews diwakili
oleh Direktur Utama David Fernando Audy dan Direktur Rafael Utomo. Sedangkan
RCTI diwakili oleh Direktur Jarod Suwahjo dan Direktur Dini Ariyanti Putri.
Pada gugatan yang diajukan, kedua stasiun televisi swasta tersebut meminta agar
setiap penyelenggara penyiaran menggunakan internet seperti Youtube hingga
Netflix agar tunduk pada UU Penyiaran. Atas dasar itu, mereka mengajukan uji
materi terhadap Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran. Pasal
tersebut berbunyi "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa
dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau
media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran."
Pihak iNews maupun RCTI beranggapan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebab tidak mengatur tentang
penyelenggara penyiaran berbasis internet.
iNews dan RCTI sebagai pemohon menilai ketentuan yang ada dalam Pasal 1 ayat 2
UU Penyiaran bisa digolongkan sebagai bentuk diskriminasi jika penyelenggara
penyiaran berbasis internet tidak diatur di dalamnya.
Menurut
pemohon, pasal tersebut dapat menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban antara
penyelenggara penyiaran konvensional dengan penyelenggara penyiaran berbasis
internet.
"Pasal 1 dan 2 UU Penyiaran telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi
para Pemohon karena menyebabkan adanya perlakuan yang berbeda (unequal
treatment)," tutur Pemohon.
"Di mana penyelenggara penyiaran konvensional terikat dan wajib melaksanakan
segala macam ketentuan yang ada di dalam UU Penyiaran, sementara penyelenggara
penyiaran menggunakan internet tidak terikat dan tidak diwajibkan," lanjut
pernyataan itu.
Dalam
UU penyiaran, setidaknya ada enam ketentuan yang wajib dipatuhi oleh stasiun
televisi konvensional. Pertama, asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di
Indonesia; kedua, persyaratan penyelenggaraan penyiaran; ketiga, perizinan;
keempat, pedoman isi dan bahasa; kelima, pedoman perilaku siaran; keenam,
pengawasan.
Menurut pemohon, penyelenggara siaran yang menggunakan internet tidak perlu
memenuhi berbagai macam persyaratan dimaksud dan juga penyelenggara siaran
berbasis internet juga tidak akan dikenakan sanksi oleh Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) jika melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar program
Penyiaran (P3SPS). Menurut
pemohon, semakin berkembangnya internet dan kunjungan internet mengharuskan layanan
konten berbasis internet, over the top (OTT), seperti
YouTube dan Netflix agar juga dimasukkan kedalam kategori "siaran"
pada UU Penyiaran. Selain itu, berbagai pembedaan yang disebutkan diatas juga
sangat jelas melangggar prinsip “Non-Diskriminasi”.
Oleh
sebab itu, Pihak RCTI-iNews meminta MK untuk
kembali merumuskan Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran.
Jika
pengajuan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), maka siaran lewat
Internet seperti Netflix dan YouTube juga akan diikat oleh Undang-undang
Penyiaran dan bukan tak mungkin juga ikut diawasi oleh Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI).