Oleh: Syaiful Rangkuti (Fakultas Hukum Universitas Asahan), Ketua Komisi I FL2MI Sumut
Mengulas kebelakang atau napak tilas mengenai sejarah Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas. Perlu diketahui berdasarkan sumber wikipedia bahwasanya, Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia.
Maka bertepatan 2 Mei 2020 kembali diperingati Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas ditengah wabah corona atau covid-19 yang saat ini terjadi. Tentunya pasca kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mulai dari peraturan perundang-undangan tentang pendidikan hingga kurikulum pendidikan telah mengalami perubahan beberapa kali dari masa kemasa. Seperti kurikulum rencana 1947 lalu kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) hingga kurikulum 2013 (K-13). Atau secara tidak langsung, berganti Menteri Pendidikan maka berganti pula kurikulum.
Sebagaimana telah diatur melalui Permendikbud No.160 tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum tahun 2006 dan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2019/2020, maka semua sekolah seluruh Indonesia memberlakukan K-13. Tentu saja perubahan-perubahan tersebut membuat arah pendidikan Indonesia menjadi "kabur". Mengapa dikatakan seperti demikian? Karena acuan atau kurikulum yang digunakan tidak bertahan lama, tidak menjadi dasar yang kokoh hingga tidak dapat melihat output dari pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan Indonesia bukanlah keberhasilan peserta didik memperoleh secarik kertas dengan nilai yang memuaskan sehingga tidak dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan atau kegagalan dari pendidikan di Indonesia. Hal ini merupakan kekeliruan dan konyol.
Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 bahwasanya "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Dan termaktub dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi pada pasal 5 yang menyatakan bahwasanya, "Pendidikan Tinggi bertujuan:
a. Berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b. Dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
c. Dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan
d. Terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Maka timbul sebuah pertanyaan, "Apakah tujuan sebagaimana pasal tersebut telah tercapai atau belum? Tentunya hal ini menjadi tantangan dan tanggungjawab Nadiem Makarim pada Hardiknas perdananya sebagai Menteri Pendidikan Republik Indonesia.
Sebagaimana nomenklatur yang telah diubah yang pada sebelumnya antara pendidikan dasar hingga menengah atas dan perguruan tinggi dipisah, akan tetapi kali ini disatukan penanggungjawabnya yaitu Menteri Pendidikan.
Perlu diketahui bahwasanya bidang pendidikan merupakan satu diantara sektor yang sangat penting dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan sarana human investment untuk regenerasi kepemimpan bangsa kedepan.
Sebagai contoh, masih maraknya "aktivitas" korupsi di Indonesia menunjukkan secara tidak langsung ada permasalahan moralitas yang terjadi dinegeri ini. Hal ini tidak dapat dipungkiri, hampir semua sektor terlibat korupsi atau dapat dikatakan "trias korupsinesia" dikarenakan eksekutif, legislatif hingga yudikatif bahkan pengusaha pun terlibat. Pada kebanyakan kasus, para pelaku memiliki titel atau gelar pendidikan. Akan tetapi, mengapa semakin tinggi pendidikannya malah semakin "bobrok" tingkahnya atau terjadi pendistorsian nilai-nilai moral. Sementara tujuan pendidikan sebagaimana tertulis diatas antara lain bertakwa dan berakhlak mulia. Dan masih banyak permasalah lainnya.
Kemudian permasalahan atau tantang bagi Nadiem Makarim mengenai pendidikan berikutnya ialah "kekacauan" disebabkan wabah virus corona atau covid-19 mengakibatkan "kurang efektifnya" kegiatan belajar mengajar (kbm). Mengapa demikian? Karena KBM harus dilaksanakan secara daring/online. Yang menghadapi masalah bukan hanya pada satu pihak seperti murid, melainkan guru juga mengalami kendala. Permasalahan yang timbul antara lain, kebutuhan akan kuota internet ataupun koneksi internet, handphone android tentu saja tidak semua siswa memilikinya, dan mungkin saja ada kendala pada guru yang gagap teknologi (gaptek).
Dan terakhir yang menjadi tantangan ialah, bagaimana menyiapkan kurikulum yang final dan kongkrit guna mencapai tujuan sistem pendidikan nasional yang telah dicita-citakan. Serta mengentaskan angka putus sekolah dan buta huruf di Indonesia. Dan meningkatkan kualitas, moralitas, integritas generasi muda serta memiliki daya saing yang mumpuni diera revolusi industri 4.0 dan human society 5.0 kedepannya.
Tentu hal ini sangatlah berat dan membuat Menteri Pendidikan Nadiem Makarim harus memutar otak untuk memberikan problem solving yang terbaik. Maka disarankan untuk kurikulum, harus menyesuaikan dengan dasar negara Pancasila dan kebutuhan diera sekarang. Dan kurikulum yang disusun hingga eksekusi memiliki tenggat waktu yang jelas misalnya 5 tahun supaya dapat hasilnya, berhasil atau gagal. Sehingga dapat dikontrol dan dievaluasi.
Harapannya, apabila Bapak Nadiem Makarim yang terhormat tidak sanggup segeralah mengangkat bendera putih atau menyerah dan hardiknas kali ini menjadi yang pertama dan terakhir bagi anda sebagai Menteri Pendidikan.
Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan, tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin bertahan." - Najwa Shihab