Berbeda halnya dengan masyarakat di negara-negara maju (Eropa/Amerika/Australia) dan sebagian besar negara maju di Asia seperti: Jepang, China, Korea, Singapura dan lainnya. Sebagian besar masyarakat Indonesia malah ogah-ogahan terhadap asuransi.
Hampir 80% penduduk Indonesia belum memiliki asuransi perlindungan jiwa, kecelakaan, maupun perlindungan terhadap penyakit kritis.
Padahal, faktanya masyarakat Indonesia yang mengalami kecelakaan/meninggal di jalan raya maupun disebabkan oleh pekerjaan (buruh bangunan, dsb) selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Persentase volume kecelakaan cukup besar di atas 50-70 persen. Dimana angka kematian 25 ribu selama setahun. Setiap 1 jam tiga orang meninggal di jalan raya (GrinOto.com) per Maret 2020.
Begitu pula dengan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kritis, seperti: kanker, tumor, HIV/AIDS, dan lain-lain juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dikarenakan kecilnya pendapatan dan kantung keuangan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Data World Health Organization pada tahun 2011 menunjukkan besarnya potensi penyakit kritis bagi masyarakat Indonesia, yaitu:
• 90% penduduk Indonesia meninggal diawali sakit kritis, sementara 10% lainnya meninggal secara alami.
•Jumlah penduduk yang menderita penyakit kritis di Indonesia pada thaun 2011 mencapai angka 12 juta orang.
•Jumlah penderita jantung, stroke, dan kanker di Indonesia mencapai 230 ribu orang di tahun 2011.
•20% masyarakat kelas menengah dan atas jatuh miskin akibat penyakit kritis.
•Menurut Rumah Sakit Kanker Dharmais, pada tahun 2010-2013 terdapat pertambahan jumlah pasien penderita kanker sebanyak sekitar 9% setiap tahunnya.
Padahal jika diibaratkan, dengan memiliki asuransi perlindungan terhadap kecelakaan dan penyakit kritis, angka kematian tersebut bisa dikurangi dengan efektif tanpa menimbulkan kerugian yang berarti terhadap tabungan dan aset yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Hal itu terjadi karena masih banyaknya masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa asuransi merupakan bakal jadi beban tagihan kedepannya tanpa memikirkan keuntungan dan perlindungan yang ia akan dapatkan kedepannya.
Terlebih, masih banyak masyarakat Indonesia yang saat ditanyakan/ditawarkan asuransi malah menjawab ogah-ogahan. “Untuk apa saya beli Asuransi? Ribet” katanya. “Lagian kalau saya sakit, saya punya tabungan deposito untuk biaya pengobatan saya nantinya. Kalau kurang saya punya banyak aset untuk di jual” katanya saat ditanya mengenai asuransi.
Satu hal yang belum diketahui masyarakat Indonesia. Dengan asuransi, jika suatu hari terjadi risiko kecelakaan maupun penyakit kritis maka kita akan terlindungi dari segala bentuk biaya yang membebani kita.
Lagi pula, jika sudah sakit maunya tidak lagi terbebani dengan yang namanya biaya. Maka pikiran kita akan tenang sehingga mempermudah proses penyembuhan.
Selain itu, dengan menyisihkan sedikit dari tabungan kita untuk asuransi, maka segala bentuk tangungan kita, baik itu deposito, cash, ataupun aset yang kita miliki tidak akan terganggu sama sekali jika suatu saat terkena resiko.
Satu point tambahan lainnya. Saat terkena resiko, baik itu kecelakaan, penyakit kritis, maupun meninggal dunia. Untuk mencairkan tabungan deposito yang kita miliki tidaklah mudah. Begitu juga dengan menjual aset yang kita miliki. Pasti membutuhkan waktu dan proses yang lebih ribet dibanding membuat asuransi.
Salam Indonesia makmur!