Wiratmo Soekito, penulis naskah Manifes Kebudayaan (Foto: Wikipedia)
Apa itu manifesto kebudayaan?
Manifesto Kebudayaan (Manikebu) adalah konsep kebudayaan yang mengusung humanisme universal. Manifes kebudayaan ini diprakarsai oleh beberapa orang seniman dan budayawan.
Apa yang melatarbelakangi Manikebu?
Manikebu sendiri adalah bentuk respon dari teror-teror dalam ranah budaya yang dilancarkan oleh orang-orang yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Orang-orang Lekra sering menyebut Manifesto Kebudayaan dengan sebutan Manikebo yang berarti sperma kerbau.
Bagaimana sejarah Manifesto Kebudayaan?
▪ 17 Agustus 1963 (Pukul 04.00 WIB)
Naskah Manikebu selesai dikerjain oleh Wiratmo Soekito. Naskah tersebut diterima oleh Goenawan Mohamad dan Bokor Hutashuhut, disetujui, dan kemudian diperbanyak serta disebarkan kebeberapa Seniman untuk dipelajari sebagai landasan ideologi.
▪ 23 Agustus 1963 (Pukul 11.00 WIB)
Rapat untuk membahas Manikebu.Rapat dihadiri oleh 13 orang dari kalangan Seniman dan Budayawan. 13 orang tersebut adalah H.B Jassin, Trisno Sumandjo, Wiratmo Soekito, Bokor Hutashuhut, A. Bastari Asnin, Bur Rasuanto, Zaini, Soe Hok Djin, D.S Muljanto, Ras Siregar, Sjahwil, Djufri Tanissan, dan Goenawan Mohamad.
(Pukul 02.30 WIB)
Sidang perumus memutuskan bahwa Manikebu dibagi dalam tiga bagian. Tiga bagian itu dijabarkan menjadi Manifes Kebudayaan, penjelajah Manifes Kebudayaan, dan literatur Pancasila.
▪ 24 Agustus 1963 (Pukul 13.00 WIB)
Dilaksanakan sidang pengesahan Manifes Kebudayaan dengan pimpinan sidang Goenawan Mohamad dan sekretaris Bokor Hutashuhut. Sidang ini dilaksanakan di Jalan Raden Saleh 19, Jakarta. Secara aklamasi, panitia panitia menetapkan hasil sidang yaitu Manifes Kebudayaan tidak bisa diubah lagi dan Manifes Kebudayaan tidak apriori melahirkan organisasi kebudayaan.
▪ 19 Oktober 1963
Manifes Kebudayaan dipublikasikan lewat surat kabar Berita Republik dan Majalah Sastra.
Bagaimana isi dari Manifes Kebudayaan?
Adapun isi dari naskah Manifes Kebudayaan adalah sebagai berikut:
Kami para Seniman dan Cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah Manifes Kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita, dan politik Kebudayaan Nasional kami.
Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan di atas sektor kebudayaan lain. Setiap sektor berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.
Dalam menjalankan Kebudayaan Nasional, kami berusaha menciptakan dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa Indonesia di tengah masyarakat Bangsa-Bangsa.
Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami.
Jakarta, 17 Agustus 1963
Kenapa Manifes Kebudayaan dilarang Presiden Soekarno?
Pada tanggal 8 Mei 1964, Presiden Soekarno melarang Manifes Kebudayaan karena dianggap menandingi Manifesto Politik dan melemahkan revolusi.
"Sebab-sebab larangan itu ialah karena Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Pancaran Pancasila telah menjadi Garis Besar Haluan Negara dan tidak mungkin didampingi dengan Manifesto lain, apalagi kalau Manifesto itu menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap Revolusi dan memberi kesan berdiri di sampingnya, padahal demi suksesnya Revolusi, maka segala usaha kita, juga dalam lapangan kebudayaan harus kita jalankan di atas rel Revolusi menurut petunjuk-petunjuk Manifesto Politik dan bahan-bahan indoktrinasi lain-lainnya." seru Presiden Soekarno.